BAB 1
A. Latar Belakang
Innama bu’istu li utammima makarimal
akhlaqi!
“Aku
diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti mulia.”
Demikianlah sabda junjungan kita Pesuruh Tuhan, Muhammad
Saw, menyatakan maksud kedatangannya ke alam dunia ini. Ingatlah bagaimana
persiapan beliau dari waktu muda, sampai berusia 40 tahun untuk menghadapi soal
kemanusiaan yang berat ini. Dalam usia yang sangat muda, karena perjuangan
untuk memperteguh diri, beliau telah diberi gelar kehormatan oleh kaumnya
dengan “al-Amin”, yaitu orang yang sangat dipercaya. Dan setelah genap usia 40
tahun, diterimanyalah titah suci dari Yang Maha Esa untuk melanjutkan dan
menyempurnakan pekerjaan Pesuruh Tuhan yang lebih dulu. Dan semua itu dilakukan
dengan memiliki visi dan misi yang jelas serta tujuan ajaran untuk seluruh umat
manusia di muka bumi, maka Muhammad siap untuk melaksanakan amanat yang telah
Allah SWT berikan padanya. Kerusakan dan kekacauan jiwa, adalah sebab karena
manusia yang tidak mempunyai tujuan hidup, tidak mempunyai cita-cita. Tiga
belas tahun lamanya junjungan kita di Mekkah menjelaskan tujuan hidup dan
menegakkan sesuatu yang dapat membentuk budi, yaitu tujuan keesaan kepada Zat
yang meliputi dan menguasai seluruh alam benda yang maujud ini. Itulah yang terkenal
dengan kalimat pokok ajaran Islam, yaitu Tauhid.
Maka budi Al-Qur’an itulah yang telah menimbulkan suatu
umat yang besar, yang telah berkumandang suaranya di bawah kolong langit ini,
ke Timur, Barat, Utara, selatan, menegakkan suatu negara dan suatu peradaban
yang diakui sebagai suatu rantai emas yang gemilang di dalam tarikh (sejarah)
peri kemanusiaan. Sehingga genaplah isi Wahyu Tuhan, “Bahwasanya bumi ini Kami wariskan
kepada hamba Kami yang sudi melakukan amal mulia.”
Peradaban
dunia yang terus berganti, terbentang sejarah bangsa-bangsa yang telah hilang
dan menyisakan reruntuhan bangunan yang dulunya megah, baik di Barat maupun di
Timur, sejak dari bangsa Yunani, Romawi dan Persia, sampai kepada kaum muslimin
yang telah mencapai puncak mercu kemuliaan. Bagaimana mereka menderita
kerobohan, keruntuhan, dan kehancuran? Bukankah setelah budi mereka merosot
jatuh? Inilah hukum Allah, Sunatullah yang tidak dapat diubah.
Datangnya
zaman baru di Benua Eropa, sejak dari kebangkitan Luther dan Calvin, sampai
kepada terciptanya Revolusi Perancis, demikian juga Revolusi Amerika membuat
Eropa mendapat jiwa baru. Tekniknya yang modern organisasi yang teratur,
semuanya adalah dampak kebangkitan budi bangsa-bangsa. Tapi organisasi yang
teratur dan teknik yang modern yang telah menyebabkan Barat jadi sombong akan
hasil otaknya, hingga niatnya jadi lain pula. Menindas bangsa yang lemah. Dari
kagum melihat kemajuan bangsa Barat, telah ikut suatu tanda Tanya,”Peradaban
apakah yang ditegakkan? Mengapa baru separuh jalan di abad yang kedua puluh ,
telah dua kali perang dunia dan masih mengancam perang dunia ketiga.”
Di
antara umat muslim itu termasuklah bangsa Indonesia, dia tengah berjuang untuk mengisi
kemerdekaanya dari kemerdekaan itu dia akan turut membina dunia baru yang tegak
di atas budi besar, dari generasi ke generasi terus melakukan pembaharuan dalam
bidang IPTEK maupun IMTAK yang sasaran serta harapan besar ditumpukan kepada
para pemuda.. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw memerintahkan dahulu bahwa dia
telah mengambil Tauhid tadi, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar budi
dan dia akan terus tegak, selama budi ini masih padanya. Sebagaimana kata
Syauqi Bey :
Wa innamal umamul akhlaqu maa baqiat
Wa in hummu dzahabat akhlaquhum
dzahabuu
TEGAK
RUMAH KARENA SENDI
RUNTUH
SENDI RUMAH BINASA
SENDI
BANGSA IALAH BUDI
RUNTUH
BUDI RUNTUHLAH BANGSA
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja visi dan misi Ajaran Islam ?
2.
Apa tujuan serta sasaran Ajaran Islam ?
BAB
2 ISI
A.
Visi
dan Misi ajaran Islam
Sesuai
judul makalah kita mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran ajaran Islam ada
baiknya kita membahas pengertian agama dahulu. Mukti Ali pernah mengatakan,
barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan deifinisi
selain dari kata agama.
Harun
Nasution mengambil sebuah konklusi bahwa intisari yang terkandung dalam
istilah-istilah yang merujuk pada agama ialah “ikatan”. Jadi agama adalah
ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Mohammad Daud Ali
mendefinisikan agama sebagai kepercayaan kepada tuhan yang dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan, permohonan, dan
membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasar ajaran agama itu. Islam
adalah kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan
(kepada kehendak Allah), berasal dari kata salama yang artinya patuh atau
menerima, berakar dari huruf sin, lam, mim, (S-L-M). Kata dasarnya adalah
salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercatat. Jadi secara
singkat Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri),
ketaatan dan kepatuhan. Islam juga sebagai agama wahyu yang memberi bimbingan
kepada manusia mengenai semua aspek kehidupannya.
Hubungan
manusia dengan tuhan, bukanlah antara buruh dengan majikan, tetapi hubungan
hamba dengan tuhan. Pekerjaan yang dikerjakan hamba, bukanlah pekerjaan Tuhan
dan bukan kembali manfaatnya kepada Tuhan, tetapi berpulang manfaatnya kepada
hamba itu sendiri. Sebab itu, maka hamba yang ikhlas itu mengikuti perintah
Tuhan lantaran insaf bahwa dia hamba Tuhan, Tuhan menitahkan supaya bekerja
baik, untuk kemashlatan dirinya sendiri.
Memang
Tuhan berjanji akan memberikan pahala pada siapa yang berbuat baik, dan akan
mengazab siapa yang berbuat jahat. Surga bagi yang baik dan neraka bagi yang
jahat. Bujukan surga dan ancaman neraka hanyalah akan menarik dan mengancam
orang yang belum sempurna mengenal akan hubungannya yang sejati dengan Tuhan.
Sebab itu maka bagi si mukhlis, berbuat
kebaikan karena memang baik dan menjauhi kejahatan sebab memang jahat. Adapun
kalau Tuhan hendak memberinya apa-apa ganjaran kebaikan akan diterimanya dengan
syukur, karena tidak ada surga yang lebih di sisinya kecuali ingat akan Allah.
Orang
yang mukhlis insaf, bahwa
pahala hanyalah pengasihan dan adzab adalah keadilan :
Kalau Dia memberi kita pahala, adalah
semata-mata karena karunia; Dan kalau Dia menyiksa kita, adalah semata-mata
karena keadilan. (Syair)
Tidaklah
sempurna ikhlas orang yang mengharap surga di dalam amalnya dan takut akan
neraka. Karena itu bukanlah lagi mencari laba bagi budi, tetapi mencari
kebendaan untuk diri. Padahal kita bekerja menjunjung tinggi perintah Tuhan
bukan lantaran mengharap akan laba. Kita wajib beribadah kepada-Nya, akal kita
yang waras yang telah membisikkan bahwa memang wajib kita beribadah kepada-Nya.
Sebab tidak terbalas oleh kita jasa ihsan-Nya kepada diri kita. Banyak benar
pemberian-Nya tidak terhitung jumlahnya. Dari air yang kotor telah menjadi
manusia yang bersih, dari segumpal darah kita diberi tulang setelah itu
ditiupkan kepada kita roh.
Alam
dihiasi-Nya buat kita dengan matahari dan bulan, bintang dan cakrawala,
semuanya itu disediakan buat kita. Tumbuh-tumbuhan, hutan, belukar, lautan, dan
daratan, semuanya dipertalikannya dengan kehidupan kita. Setelah diutus-Nya
pula nabi-nabi, penganjur-penganjur, contoh-contoh yang akan kita ikuti dalam
menegakkan kebenaran di alam ini.
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.An-Nahl
[16]: 18)
Proses
pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di permukaan bumi, dapat
dikatakan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia di bawah sinar
dan bimbingan ajaran Islam.
Secara
terminologi, beberapa ahli pernah mengajukan rumusan konsep pendidikan Islam.
Dalam buku Crisis in Muslim Education, Syed
Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf menulis :
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu
rupa, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka
terhadap segala jenis pengetahuan mereka sangat dipengaruh nilai-nilai
spiritual dan sadar akan nilai etis Islam
(Sajjad Hussain,1979 : 1).
Sementara
Muchtar Buchori menganggap pendidikan Islam sebagai kegiatan pendidikan dan
lembaga-lembaga. Selengkapnya, Muchtar Buchori menulis sebagai berikut :
Pendidikan
Islam adalah : Pertama, segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu
lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa, dan
kedua, keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkanya program
pendidikannya atau pandangan dan nilai-nilai Islam (Bukhori, 1989 : 179).
Dalam
studi pendidikan Islam di Indonesia sebutan “Pendidikan Islam” umumnya hanya
dipahami sebatas sebagai “ciri khas” dari jenis pendidikan yang berlatar
belakang keagamaan. Demikian pula batasan yang ditetapkan di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan di dalam peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur secara
operasional Implementasi undang-undang tersebut.
Zarkowi
Soejoeti (1986), memberikan pengertian lebih rinci. Pertama, pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian
dan penyelenggaraanya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk
mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama lembaganya
maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Kedua, pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang memberikan
ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan. Di
sini kata Islam ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai ilmu dan diperlakukan
sebagaimana ilmu-ilmu yang lain. Ketiga, pendidikan
Islam adalah jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian tersebut. Di sini
kata Islam di tempatkan sebagai sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi.
Selanjutnya
pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam ini, akan
dibagi ke dalam 5 periode, yaitu :
1.
Periode pembinaan pendidikan Islam, yang
berlangsung pada zaman nabi Muhammad SAW.
2.
Periode pertumbuhan pendidikan Islam,
yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umaiyah,
yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
3.
Periode kejayaan (puncak perkembangan)
pendidikan Islam, yang berlangsung sejak permulaan daulah Abbasiyah sampai
dengan jatuhnya Bagdad, yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu akliah dan
timbulnya madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
4.
Periode kemunduran pendidikan Islam,
yaitu sejak jatuhnya Bagdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon, yang
ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya
pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat.
5.
Periode pembaharuan pendidikan Islam,
yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang
ditandai gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Kata
Visi berasal dari bahasa Inggris, vision
yang berarti penglihatan, daya lihat,
pandangan, impian atau bayangan. Visi itu ‘What
we believe we can be’, yang dimana visi merupakan suatu gambaran tentang
masa depan, mau jadi apa nanti perusahaan, organisasi, lembaga maupun negara.
Menentukan visi berarti juga menentukan tujuan serta cita-cita yang ingin
diraih. Keberadaan visi akan menjadi inspirasi dan mendorong seluruh masyarakat
untuk bekerja lebih giat. Oleh karena itu, secara fungsional, visi memiliki
beberapa fungsi strategis. Pertama, visi
diperlukan untuk memobilisasi komitmen, menciptakan energi for action, memberi
road map untuk menuju masa depan, menimbulkan antusiasme, memusatkan perhatian
dan menanamkan kepercayaan diri. Kedua, visi
diperlukan untuk menciptakan dan mengembangkan shared mindsets atau common
vision yang menentukan dan menjadi landasan bagaimana seluruh individu
mempersiapkan dan berinteraksi dengan baik.
Visi
ajaran Islam itu sendiri terkait dengan kerasulan Nabi Muhammad Saw, yaitu
membangun sebuah kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah serta
membawa rahmat bagi seluruh alam, seperti dalam firman-Nya Q.S Al-Ankabut ayat
16 yang artinya : Dan
(Ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Sembahlah oleh mu Allah
dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui. Kata tunduk dan patuh memiliki arti yang
amat luas dalam segala aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, politik,
budaya, ilmu pengetahuan, dsb yang didasarkan pada nilai-nilai Allah, yaitu
nilai keimanan, ketakwaan, kejujuran, keadilan, kemanusiaan, kesastraan,
kebersamaan, toleransi dan tolong menolong. Pendidikan Islam yang dilaksanakan
harus diarahkan untuk mewujudkan sebuah tata kehidupan yang mencerminkan
nilai-nilai tersebut.
Berkaitan
dengan visi rahmat menurut Al-Raghib Al-Asfahani adalah riqqatun taqtadi al-ihsan ila al-marhum wa qad tusta’malu taratan fi
al-riqqah al-mujarradah wa taratan fi al-ihsan al-mujarradah an ar-riqqah,
nahwa rahima Allah fulan, yang artinya suatu sikap yang halus dan lembut
yang mengharuskan berbuat baik kepada orang yang dikasihi dan terkadang
digunakan pada sikap lembut yang tulus dan terkadang digunakan pula pada sikap
berbuat baik yang tidak mengandung unsur kepentingan apapun, sebagaimana Allah
telah berbuat sayang kepada kita. Dengan demikian, kata rahmat sebagaimana
terdapat pada ayat tersebut terkait dengan sikap yang santun manusiawi kepada
sesama mahluk.
Sedangkan misi yaitu ‘What we believe we can do’ misi adalah apa saja yang dapat
dilakukan untuk mencapai Visi tadi. Intinya visi dan misi adalah visi gambaran
dan tujuan sedangkan misi adalah cara untuk mencapai tujuan itu.
Kadangkala
misi perlu dirubah sedemikian rupa jika visi belum juga tercapai. Jadi bukan
visinya yang dirubah hanya cara atau strategi untuk mencapai tujuan saja yang
diubah . Apabila visi berubah-ubah maka akan terkesan tidak konsisten gambaran
atau tujuan masa depan.
Pentingnya
mengkaji misi Islam secara komprehensif diantaranya : pertama, untuk menimbulkan kecintaan karena didukung oleh
argumentasi yang bersifat rasional, kultural, dan aktual, sehingga dalam
pelaksanaannya tidak sekedar ikut-ikutan yang mengakibatkan mudah dirusak dan
dimurtadkan agamanya, kedua, untuk
membuktikan kepada umat manusia bahwa Islam baik secara normatif maupun secara
kultural dan rasional adalah ajaran yang dapat membawa manusia kepada kehidupan
yang lebih baik, dan ketiga menghilangkan
citra negatif dari sebagian masyarakat, yang menurut mereka Islam disebarkan
dengan cara peperangan, sebagai sarang teroris, sering melakukan berbagai
tindak kejahatan seperti pemboman, sabotase, pembajakan pesawat, dll.
Terdapat
sejumlah argumentasi yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa misi ajaran
Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.
Pertama, Kata Islam
makna aslinya masuk dalam perdamaian, dan orang muslim ialah orang yang damai
dengan Allah dan damai dengan manusia. Damai dengan Allah, artinya berserah
diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia bukan saja
menyingkiri berbuat jahat dan sewenang-wenang kepada sesamanya, melainkan pula
ia berbuat baik kepada sesamanya. Dua pengertian ini dinyatakan dalam Al-Quran
sebagai berikut: “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang
menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala
pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah, 2:112)
Kedua, misi
ajaran Islam sebagai pembawa rahmat dapat dilihat dari peran yang dimainkan
Islam dalam tata hidup masyarakat seperti problematika agama, sosial, ekonomi,
politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, dsb. Dalam bidang sosial adanya kelas
sosial dan kasta yang dibedakan berdasarkan ras, suku, agama, bangsa,
keturunan, jenis kelamin, dsb. Seperti ras kulit hitam sebagai budah ras kulit
putih, mereka tidak memiliki hak sebagai manusia seutuhnya, melainkan
kebebasannya dikekang oleh si majikan, lalu derajat wanita yang dianggap rendah
untuk memenuhi kepuasan nafsu belaka, dalam suatu kelompok tertentu kelahiran
wanita dianggap aib sehingga dikubur hidup-hidup. Yang berada dalam kelas
rendah selama-lamanya akan selalu rendah dengan mengabaikan prestasi yang ada.
Selanjutnya dalam bidang ekonomi, ditandai dengan praktik mendapatkan uang
dengan menghalalkan segala cara seperti praktik riba, mengurangi timbangan,
menipu, monopoli, kapitalisme, dsb. Sehingga membawa persaingan yang tidak
sehat, yang kuasa akan semakin kaya sedangkan yang miskin akan tetap pada
keadaannya. Kemudian dalam bidang politik dan pemerintahan, pada masa itu
ditandai oleh pemerintah yang diktator, otoriter dan tirani, kebebasan rakyat
dibatasi, pemerintahan yang cenderung memaksa. Seperti di zaman Persia dan
Romawi dua imperium hebat yang berusaha saling menjatuhkan dan terus melakukan
ekspedisi perluasan tanah jajahan. Selanjutnya dalam bidang pendidikan,
ditandai oleh keadaaan dimana pendidikan dan ilmu pengetahuan hanya dimiliki
kaum elite, seperti di Indonesia yang dijajah oleh Belanda lebih dari kurun
waktu 350 tahun, dibiarkan tenggelam dalam kebodohan agar Belanda dapat terus
mengeruk sumber daya alam dan tenaga kerja di Indonesia. Di bidang kebudayaan
ditandai oleh keadaan masyarakat yang semata-mata mengikuti hawa nafsunya
seperti mabuk-mabukan, foya-foya, berzina, berjudi, dsb.
Ketiga, misi islam dapat pula dilihat dari
misi ajaran yang dibawa dan dipraktikkan oleh nabi Muhammd SAW. Di dalam
Al-Qur’an dinyatakan dengan tegas sebagai berikut :
Artinya : “Dan tiada kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Ambiya,
21:107).
Misi kerahmatan Nabi Muhammad SAW.
Bukan hanya dapat dilihat dari misi ajaran Islam yang dibawanya sebagaimana
telah disebutkan diatas melainkan juga terlihat dalam mpraktik kehidupan nabi
Muhammad yang dikenal dengan seorang yang sangat sayang kepada umatnya dan
kepada manusi pada umumnya.
Keempat, misi Islam selanjutnya dapat pula
dilihat pada kedudukannya sebagai sumber nilai dan pandangan hidup manusia.
Dalam hal ini Islam telah memainkan empat peran sebagai berikut : 1. Sebagai
factor kreatif yaitu ajaran agama yang dapat mendorong manusia melakukan kerja
produktif dan kreatif. 2. Factor motivatif, yaitu bahwa ajaran agama dapat
melandasi cita-cita dan amal perbuatan manusia dalam aspek kehidupannya. 3.
Factor sublimatif, yakni ajaran agama yang dapat meningkatkan dan mengkhuduskan
fenomena kegiatan manusia tidak hanya hal keagamaan saja, tetapi juga bersifat
keduniaan. 4. Factor integrative, yaitu
ajaran agama yang dapat dipersatukan sikap dan pandangan manusia serta
aktivitasnya baik secara individual maupun kolektif dalam menghadapi berbagai
tantangan.
Kelima, misi ajaran Islam sebagai pembawa
rahmat dapat pula dilihat dari peran yang dimainkannya dalam sejarah. bahwa
Islam diabad klasik (abad 7-13 M) atau selama lebih kurang 7 abad telah tampil
sebagai pengawal sejarah umat manusia menuju kehidupan yang tertib, aman,
damai, sejahtera, maju dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban.
Keenam, misi
ajaran Islam lebih lanjut dapat pula dilihat dari praktik hubungan Islam dengan
penganut agama lain, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad di Madinah adalah
menjalin hubungan yang harmonis dan kokoh dengan seluruh komponen masyarakat
yang ada di Madinah melalui apa yang dikenal dalam sejarah sebagai Mitsaq
al-Madinah atau Piagam Madinah, didalamnya terdapat prinsip tentang hak manusia
dan politik pemerintahan. Teks piagam tersebut menyatakan bahwa atas dasar
ajaran Alquran, kemanusiaann dan ikatan sosial, di samping orang-orang Muslim
mukmin sebagai satu umat atas dasar agama dan keyakinan , kaum Yahudi dan
sekutunya juga merupakan umat bersama orang-orang mukmin. Untuk kebutuhan umat
seperti ini, piagam itu menegaskan pentingnya mewujudkan persaudaraan, persatuan
dan kerja sama dalam kehidupan sesama antargolongan guna mencapai tujuan
bersama sebagaimana diajarkan Alquran.
B.
Tujuan
serta Sasaran Ajaran Islam
Al-Ghazali,
dengan tegas menyatakan dua tujuan, yaitu, kesempurnaan manusia yang
mendekatkan diri (dalam arti kualitatif) kepada Allah dan kesempurnaan manusia
yang bertujuan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat (Hasan Langgulung, 1990:
ix).
Rumusan
Internasional tujuan pendidikan Islam menurut Konferensi Pendidikan Islam di
Islamabad tahun 1980, bahwa pendidikan harus merealisasikan cita-cita
(idealitas) Islam yang mencakup pengembangan kepribadian muslim yang bersifat
menyeluruh secara harmonis yang berdasarkan psikologis dan fisiologis maupun
yang mengacu kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara
berkeseimbangan sehingga terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang
berjiwa bertawakkal secara total kepada Allah (Arifin, 1991: 224), sebagaimana
firman Allah :
“ Katakanlah sesungguhnya sholatku,
ibadahku, hidup dan matiku hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam”
(QS. Al-An’am 162).
Kalau
tujuan Pendidikan Islam tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa pendidikan
mutakhir, maka tujuan-tujuan tersebut dapat disebut sebagai tujuan akhir atau “Al-Ahdaaf al-Ulyaa” yang dapat
dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Dengan kata lain untuk
mencapai “ kepribadian muslim” ada beberapa tujuan yang harus dilalui.
Fadlil
Al-Jamaly merumuskan tujuan pendidikan Islam yang lebih rinci, sebagai berikut
:
1. Mengenalkan
manusia akan peranannya, di antara sesama (mahluk) dan tanggung jawab
pribadinya di dalam hidup ini.
2. Mengenalkan
manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat.
3. Mengenalkan
manusia akan alam ini dan mengajar mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya
serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil maafaat dari alam
tersebut.
4. Mengenalkan
manusiaakan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah kepadanya
(Al-Jamali, 1986 :3)
Tulisan
Syekh Mabud dalam “Curriculum Designing
For Natural Science from an Islamic of View” dalam Muslim Education Quarterly, (5,2 : 19-33) cukup representatif dalam
memberi landasan konseptual dan operasional, bagaiman merumuskan tujuan
pendidikan ilmu-ilmu pengetahuan alam menurut sudut pandang Islam, yang
seharusnya diorientasikan pada :
1. Pemahaman
berbagai mahluk fisik dan biologi sebagai manifestasi keesaan, ciptaan,
kekuasaan, keadilan, keagungan, dan keindahan Allah melalui karya-Nya (Tuhan
sebagai pencipta atas segala sesuatu dan ciptaan itu sebagai refleksi dari
sifat-sifatNya)
2. Pemahaman
mengenai martabat dan kedudukan mahluk dalam kerangka penciptaan semesta
(kesatuan alam)
3. Mampu
memahami berbagai prinsip dan implikasi ilmu dalam konteks pengetahuan yang
digali melalui Al-Quran dan sunnah (rangkaian antara pengetahuan saintifik dan
pengetahuan transendental atau wahyu).
4. Mampu
memahami bahwa penelitian aplikasi ilmu-ilmu harus terpadu dengan nilai-nilai
etik dan moral agama (aplikasi ilmu).
Sasaran
ajaran Islam sudah jelas diperuntukkan selurah umat manusia, karena Nabi
Muhammad diutus bukan untuk kaum arab saja melainkan seluruh umat di muka bumi,
sebagai rahmat seluruh alam. Menurut Al-Ghazali bahwa ilmu yang hukum
mempelajarinya “fardu’ain” (dibebankan pada setiap muslim) ialah ilmu agama
dengan segala cabangnya, yang dimulai dengan Al-Quran kemudian ilmu ibadah
dasar seperti hal-ikhwal puasa, zakat, dsb. Sektor pendidikan agaknya
“ditakdirkan” menjadi fokus utama semua pemerintahan, dalam dasawarsa akhir
abad ke-20 ini. Indonesia misalnya, memandang pendidikan sebagai hak individu
dan keharusan bagi negara untuk mnyelenggarakannya. UUD 1945 bab XIII pasa; 31
ayat (1-2) menyatakan :
1) Tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran.
2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur
dengan Undang-Undang (Widjaya, 1985: 297)
C.
Kesimpulan
Berdasarkan
makalah ini dapat disimpulkan bahwa visi, misi, tujuan dan sasaran ajaran Islam
ialah membangun sebuah kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada
Allah serta Nabi Muhammad utusan Allah untuk seluruh umat manusia sebagai
pemembawa rahmat bagi seluruh alam, kita dengan cara menjalani perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Demi terwujudnya keselarasan tata di muka bumi.
SUMBER
Ghazali,
Bahri, Konsep Ilmu Menurut Al-Ghazali, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2001), cet. II
Hamka,
Lembaga Budi, (Jakarta: Republika
Penerbit, 2016)
Muchtarom,
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. X
Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), cet.XIX
Soebahar,
Abd. Halim, Wawasan Baru Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)